Wednesday, April 9, 2014

Kunjungan BJ Habibie ke Kantor Manajemen Garuda Indonesia Garuda City Complex, Bandara Soekarno-Hatta







12 Januari 2012


Pada usianya 74 tahun, mantan Presiden RI, BJ Habibie secara mendadak mengunjungi fasilitas Garuda Indonesia didampingi oleh putra sulung, Ilham Habibie dan keponakannya(?), Adri Subono, juragan Java Musikindo.


Kunjungan beliau dan rombongan disambut oleh President & CEO, Bapak Emirsyah Satar disertai seluruh Direksi dan para VP serta Area Manager yang sedang berada di Jakarta.


Dalam kunjungan ini, diputar video mengenai Garuda Indonesia Experience dan presentasi perjalanan kinerja Garuda Indonesia sejak tahun 2005 hingga tahun 2015 menuju Quantum Leap.


Sebagai “balasan” pak Habibie memutarkan video tentang penerbangan perdana N250 di landasan bandara Husein Sastranegara, IPTN Bandung tahun 1995 (tujuh belas tahun yang lalu!).


Entah, apa pasalnya dengan memutar video ini?


Video N250 bernama Gatotkaca terlihat roll-out kemudian tinggal landas secara mulus di-


escort oleh satu pesawat latih dan sebuah pesawat N235. Pesawat N250 jenis Turboprop dan teknologi glass cockpit dengan kapasitas 50 penumpang terus mengudara di angkasa Bandung.


Dalam video tsb, tampak para hadirin yang menyaksikan di pelataran parkir, antara lain Presiden RI Bapak Soeharto dan ibu, Wapres RI bapak Soedarmono, para Menteri dan para pejabat teras Indonesia serta para teknisi IPTN. Semua bertepuk tangan dan mengumbar senyum kebanggaan atas keberhasilan kinerja N250. Bapak Presiden kemudian berbincang melalui radio komunikasi dengan pilot N250 yang di udara, terlihat pak Habibie mencoba mendekatkan telinganya di headset yang dipergunakan oleh Presiden Soeharto karena ingin ikut mendengar dengan pilot N250.


N250 sang Gatotkaca kembali pangkalan setelah melakukan pendaratan mulus di landasan..................


Di hadapan kami, BJ Habibie yang berusia 74 tahun menyampaikan cerita yang lebih kurang sbb:


“Dik, anda tahu..............saya ini lulus SMA tahun 1954!” beliau membuka pembicaraan dengan gayanya yang khas penuh semangat dan memanggil semua hadirin dengan kata “Dik” kemudian secara lancar beliau melanjutkan.................“Presiden Soekarno, Bapak Proklamator RI, orator paling unggul, .......itu sebenarnya memiliki visi yang luar biasa cemerlang! Ia adalah Penyambung Lidah Rakyat! Ia tahu persis sebagai Insinyur.........Indonesia dengan geografis ribuan pulau, memerlukan penguasaan Teknologi yang berwawasan nasional yakni Teknologi Maritim dan Teknologi Dirgantara. Kala itu, tak ada ITB dan tak ada UI. Para pelajar SMA unggulan berbondong-bondong disekolahkan oleh Presiden Soekarno ke luar negeri untuk menimba ilmu teknologi Maritim dan teknologi dirgantara. Saya adalah rombongan kedua diantara ratusan pelajar SMA yang secara khusus dikirim ke berbagai negara. Pendidikan kami di luar negeri itu bukan pendidikan kursus kilat tapi sekolah bertahun-tahun sambil bekerja praktek. Sejak awal saya hanya tertarik dengan ‘how to build commercial aircraft’ bagi Indonesia. Jadi sebenarnya Pak Soeharto, Presiden RI kedua hanya melanjutkan saja program itu, beliau juga bukan pencetus ide penerapan ‘teknologi’ berwawasan nasional di Indonesia. Lantas kita bangun perusahaan-perusahaan strategis, ada PT PAL dan salah satunya adalah IPTN.


Sekarang Dik,............anda semua lihat sendiri..............N250 itu bukan pesawat asal-asalan dibikin! Pesawat itu sudah terbang tanpa mengalami ‘Dutch Roll’ (istilah penerbangan untuk pesawat yang ‘oleng’) berlebihan, tenologi pesawat itu sangat canggih dan dipersiapkan untuk 30 tahun kedepan, diperlukan waktu 5 tahun untuk melengkapi desain awal, satu-satunya pesawat turboprop di dunia yang mempergunakan teknologi ‘Fly by Wire’ bahkan sampai hari ini. Rakyat dan negara kita ini membutuhkan itu! Pesawat itu sudah terbang 900 jam (saya lupa persisnya 900 atau 1900 jam) dan selangkah lagi masuk program sertifikasi FAA. IPTN membangun khusus pabrik pesawat N250 di Amerika dan Eropa untuk pasar negara-negara itu.Namun, orang Indonesia selalu saja gemar bersikap sinis dan mengejek diri sendiri ‘apa mungkin orang Indonesia bikin pesawat terbang?’


Tiba-tiba, Presiden memutuskan agar IPTN ditutup dan begitu pula dengan industri strategis lainnya.


Dik tahu................di dunia ini hanya 3 negara yang menutup industri strategisnya, satu Jerman karena trauma dengan Nazi, lalu Cina (?) dan Indonesia.............


Sekarang, semua tenaga ahli teknologi Indonesia terpaksa diusir dari negeri sendiri dan mereka bertebaran di berbagai negara, khususnya pabrik pesawat di Bazil, Canada, Amerika dan Eropa................


Hati siapa yang tidak sakit menyaksikan itu semua.....................?


Saya bilang ke Presiden, kasih saya uang 500 juta Dollar dan N250 akan menjadi pesawat yang terhebat yang mengalahkan ATR, Bombardier, Dornier, Embraer dll dan kita tak perlu tergantung dengan negara manapun.


Tapi keputusan telah diambil dan para karyawan IPTN yang berjumlah 16 ribu harus mengais rejeki di negeri orang dan gilanya lagi kita yang beli pesawat negara mereka!”


Pak Habibie menghela nafas.......................


Ini pandangan saya mengenai cerita pak Habibie di atas;


Sekitar tahun 1995, saya ditugaskan oleh Manager Operasi (JKTOF) kala itu, Capt. Susatyawanto untuk masuk sebagai salah satu anggota tim Airline Working Group di IPTN dalam kaitan produksi pesawat jet sekelas B737 yang dikenal sebagai N2130 (kapasitas 130 penumpang). Saya bersyukur, akhirnya ditunjuk sebagai Co-Chairman Preliminary Flight Deck Design N2130 yang langsung bekerja dibawah kepala proyek N2130 adalah Ilham Habibie. Kala itu N250 sedang uji coba terus-menerus oleh penerbang test pilot (almarhum) Erwin. Saya turut mendesain rancang-bangun kokpit N2130 yang serba canggih berdasarkan pengetahuan teknis saat menerbangkan McDonnel Douglas MD11. Kokpit N2130 akan menjadi mirip MD11 dan merupakan kokpit pesawat pertama di dunia yang mempergunakan LCD pada panel instrumen (bukan CRT sebagaimana kita lihat sekarang yang ada di pesawat B737NG). Sebagian besar fungsi tampilan layar di kokpit juga mempergunakan “track ball atau touch pad” sebagaimana kita lihat di laptop. N2130 juga merupakan pesawat jet single aisle dengan head room yang sangat besar yang memungkinkan penumpang memasuki tempat duduk tanpa perlu membungkukkan badan. Selain high speed sub-sonic, N2130 juga sangat efisien bahan bakar karena mempergunakan winglet, jauh sebelum winglet dipergunakan di beberapa pesawat generasi masa kini.


Saya juga pernah menguji coba simulator N250 yang masih prototipe pertama.................


N2130 narrow body jet engine dan N250 twin turboprop, keduanya sangat handal dan canggih kala itu.........bahkan hingga kini.


Lamunan saya ini, berkecamuk di dalam kepala manakala pak Habibie bercerita soal N250, saya memiliki kekecewaan yang yang sama dengan beliau, seandainya N2130 benar-benar lahir.............kita tak perlu susah-susah membeli B737 atau Airbus 320.


***
Pak Habibie melanjutkan pembicaraannya....................


“Hal yang sama terjadi pada prototipe pesawat jet twin engines narrow body, itu saya tunjuk Ilham sebagai Kepala Proyek N2130. Ia bukan karena anak Habibie, tapi Ilham ini memang sekolah khusus mengenai manufakturing pesawat terbang, kalau saya sebenarnya hanya ahli dalam bidang metalurgi pesawat terbang. Kalau saja N2130 diteruskan, kita semua tak perlu tergantung dari Boeing dan Airbus untuk membangun jembatan udara di Indonesia”.


“Dik, dalam industri apapun kuncinya itu hanya satu QCD,


? Q itu Quality, Dik, anda harus buat segala sesuatunya berkualitas tinggi dan konsisten? C itu Cost, Dik, tekan harga serendah mungkin agar mampu bersaing dengan produsen sejenis? D itu Delivery, biasakan semua produksi dan outcome berkualitas tinggi dengan biaya paling efisien dan disampaikan tepat waktu!Itu saja!”


Pak Habibie melanjutkan penjelasan tentang QCD sbb:


“Kalau saya upamakan, Q itu nilainya 1, C nilainya juga 1 lantas D nilainya 1 pula, jika dijumlah maka menjadi 3. Tapi cara kerja QCD tidak begitu Dik.............organisasi itu bekerja saling sinergi sehingga yang namanya QCD itu bisa menjadi 300 atau 3000 atau bahkan 30.000 sangat tergantung bagaimana anda semua mengerjakannya, bekerjanya harus pakai hati Dik..................”


Tiba-tiba, pak Habibie seperti merenung sejenak mengingat-ingat sesuatu ...........................


“Dik, ..........saya ini memulai segala sesuatunya dari bawah, sampai saya ditunjuk menjadi Wakil Dirut perusahaan terkemuka di Jerman dan akhirnya menjadi Presiden RI, itu semua bukan kejadian tiba-tiba. Selama 48 tahun saya tidak pernah dipisahkan dengan Ainun, ...........ibu Ainun istri saya. Ia ikuti kemana saja saya pergi dengan penuh kasih sayang dan rasa sabar. Dik, kalian barangkali sudah biasa hidup terpisah dengan istri, you pergi dinas dan istri di rumah, tapi tidak dengan saya. Gini ya............saya mau kasih informasi........... Saya ini baru tahu bahwa ibu Ainun mengidap kanker hanya 3 hari sebelumnya, tak pernah ada tanda-tanda dan tak pernah ada keluhan keluar dari ibu........................”


Pak Habibie menghela nafas panjang dan tampak sekali ia sangat emosional serta mengalami luka hati yang mendalam.............................seisi ruangan hening dan turut serta larut dalam emosi kepedihan pak Habibie, apalagi aku tanpa terasa air mata mulai menggenang.


Dengan suara bergetar dan setengah terisak pak Habibie melanjutkan........................


“Dik, kalian tau.................2 minggu setelah ditinggalkan ibu............suatu hari, saya pakai piyama tanpa alas kaki dan berjalan mondar-mandir di ruang keluarga sendirian sambil memanggil-manggil nama ibu......... Ainun......... Ainun ................. Ainun ..............saya mencari ibu di semua sudut rumah.


Para dokter yang melihat perkembangan saya sepeninggal ibu berpendapat ‘Habibie bisa mati dalam waktu 3 bulan jika terus begini..............’ mereka bilang ‘Kita (para dokter) harus tolong Habibie’.


Para Dokter dari Jerman dan Indonesia berkumpul lalu saya diberinya 3 pilihan;


1. Pertama, saya harus dirawat, diberi obat khusus sampai saya dapat mandiri meneruskan hidup. Artinya saya ini gila dan harus dirawat di Rumah Sakit Jiwa!2. Opsi kedua, para dokter akan mengunjungi saya di rumah, saya harus berkonsultasi terus-menerus dengan mereka dan saya harus mengkonsumsi obat khusus. Sama saja, artinya saya sudah gila dan harus diawasi terus...............3. Opsi ketiga, saya disuruh mereka untuk menuliskan apa saja mengenai Ainun, anggaplah saya bercerita dengan Ainun seolah ibu masih hidup.


Saya pilih opsi yang ketiga............................”


Tiba-tiba, pak Habibie seperti teringat sesuatu (kita yang biasa mendengarkan beliau juga pasti maklum bahwa gaya bicara pak Habibie seperti meloncat kesana-kemari dan kadang terputus karena proses berpikir beliau sepertinya lebih cepat dibandingkan kecepatan berbicara dalam menyampaikan sesuatu) ...................... ia melanjutkan pembicaraannya;


“Dik, hari ini persis 600 hari saya ditinggal Ainun..............dan hari ini persis 597 hari Garuda Indonesia menjemput dan memulangkan ibu Ainun dari Jerman ke tanah air Indonesia.............


Saya tidak mau menyampaikan ucapan terima kasih melalui surat............. saya menunggu hari baik, berminggu-minggu dan berbulan-bulan untuk mencari momen yang tepat guna menyampaikan isi hati saya. Hari ini didampingi anak saya Ilham dan keponakan saya, Adri maka saya, Habibie atas nama seluruh keluarga besar Habibie mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya, kalian, Garuda Indonesia telah mengirimkan sebuah Boeing B747-400 untuk menjemput kami di Jerman dan memulangkan ibu Ainun ke tanah air bahkan memakamkannya di Taman Makam Pahlawan. Sungguh suatu kehormatan besar bagi kami sekeluarga. Sekali lagi, saya mengucapkan terima kasih atas bantuan Garuda Indonesia”


Seluruh hadirin terhenyak dan saya tak kuasa lagi membendung air mata..............................


Setelah jeda beberapa waktu, pak Habibie melanjutkan pembicaraannya;


“Dik, sebegitu banyak ungkapan isi hati kepada Ainun, lalu beberapa kerabat menyarankan agar semua tulisan saya dibukukan saja, dan saya menyetujui.....................


Buku itu sebenarnya bercerita tentang jalinan kasih antara dua anak manusia. Tak ada unsur kesukuan, agama, atau ras tertentu. Isi buku ini sangat universal, dengan muatan budaya nasional Indonesia. Sekarang buku ini atas permintaan banyak orang telah diterjemahkan ke beberapa bahasa, antara lain Inggris, Arab, Jepang..... (saya lupa persisnya, namun pak Habibie menyebut 4 atau 5 bahasa asing).Sayangnya buku ini hanya dijual di satu toko buku (pak Habibie menyebut nama satu toko buku besar), sudah dicetak 75.000 eksemplar dan langsung habis. Banyak orang yang ingin membaca buku ini tapi tak tahu dimana belinya. Beberapa orang di daerah di luar kota besar di Indonesia juga mengeluhkan dimana bisa beli buku ini di kota mereka.


Dik, asal you tahu............semua uang hasil penjualan buku ini tak satu rupiahpun untuk memperkaya Habibie atau keluarga Habibie. Semua uang hasil penjualan buku ini dimasukkan ke rekening Yayasan yang dibentuk oleh saya dan ibu Ainun untuk menyantuni orang cacat, salah satunya adalah para penyandang tuna netra. Kasihan mereka ini sesungguhnya bisa bekerja dengan nyaman jika bisa melihat.


Saya berikan diskon 30% bagi pembeli buku yang jumlah besar bahkan saya tambahkan lagi diskon 10% bagi mereka karena saya tahu, mereka membeli banyak buku pasti untuk dijual kembali ke yang lain.


Sekali lagi, buku ini kisah kasih universal anak manusia dari sejak tidak punya apa-apa sampai menjadi Presiden Republik Indonesia dan Ibu Negara. Isinya sangat inspiratif...................”


(pada kesempatan ini pak Habibie meminta sesuatu dari Garuda Indonesia namun tidak saya tuliskan di sini mengingat hal ini masalah kedinasan).


Saya menuliskan kembali pertemuan pak BJ Habibie dengan jajaran Garuda Indonesia karena banyak kisah inspiratif dari obrolan tersebut yang barangkali berguna bagi siapapun yang tidak sempat menghadiri pertemuan tsb. Sekaligus mohon maaf jika ada kekurangan penulisan disana-sini karena tulisan ini disusun berdasarkan ingatan tanpa catatan maupun rekaman apapun.


Jakarta, 12 Januari 2012


Salam,
Capt. Novianto Herupratomo




Sumber : kaskus

Friday, June 28, 2013

hakikat "kaya" ?

apa sih itu "kaya" ?
siapa disini yang tidak ingin kaya, memiliki banyak uang, rumah idaman, mobil mewah, aset berlimpah, saldo rekening di bank unlimited.... :D

semua orang pasti ingin seperti itu kan.
jadi koruptor mencuri uang orang/rakyat. kamu bisa jadi kaya.
jadi bandar judi. kamu bisa jadi kaya
jadi mafia. kamu bisa jadi kaya
jadi bandar narkoba kamu bisa jadi kaya.
tp apa dibenarkan menjadi kaya dengan cara seperti itu?
benar atau salah nilai sendiri.

kalau menurut aku sih cara yang diatas itu cara yang salah.
lantas cara seperti apa yang benar ?
kalau menurut apa yang kuyakini kalau ingin jadi kaya, jadi lah PENGUSAHA.
berusaha sekuat tenaga, menggunakan otak apa yang bisa diolah dan menghasilkan banyak keuntungan.
sehingga kamu dapat banyak uang, banyak uang kamu jadi orang kaya, kamu bisa beli rumah idamanmu, mobil mewah, pakaian berkualitas dll. apa yang kamu inginkan selama bisa dibeli dengan uang.
pertanyaan unik nih kawan, perempuan idamanmu bisa dibeli dengan uang atau tidak? cinta bisa dibeli atau tidak? cari sendiri jawabannya. hehehe

kaya itu sederhana. sederhana itu kaya.
kaya itu berbagi kaya itu bersedekah.
lihat Bob Sadino kawan, berapa banyak uang yang dihasilkannya, tapi lifestyle-nya sangat sederhana.
mantan wakil presiden RI pak Jusuf Kalla. harga sepatu, baju dan celananya, untuk orang sekaya dia itu sangatlah murah.

mengutip kalimat dari Robert T Kiyosaki. "semakin banyak memberi semakin banyak mendapatkan"


Wednesday, June 26, 2013

saat aku gagal

sebelumnya aku pernah membayangkan gimana rasanya gagal dalam meraih apa yang aku inginkan. 
dan ternyata rasa tidak seperti yang aku banyangkan.
ternyata lebih sakit kawan. :(

awalnya hoby nongkrong, sampe buka tempat nongkrong sendiri, kedai kopi gitulah.
lumayan hasilnya bisa bayar kost, uang kuliah, makan, dan gaji anak buah, sok lah anak buah kyk bos aja padahal anak buah cuma dua. hahaha
tapi seiring berjalannya waktu, akhirnya keuangan mulai kacau, deadline utk bayar perpanjang kontrak tinggal hitungan hari, seminggu lebih cuma mikir lanjut atau stop. akhirnya ku stop kedaiku. bangkrut, karena ngga punya duit utk lanjutin kontrak.
padahal ngga ada duitnya, mikirnya pake waktu seminggu segala.hahaha

pebisnis sukses selalu bilang gagal itu bisa, bangkit dalam kegagalan itu yang luar biasa.
intinya try again
you can be the best
do it for your people
do it for your pride
do it for your country
never gonna know if you never even try
standing in the hall of fame
and the world's gonna know your name

sorry curcol sedikit hehehee

Sunday, April 15, 2012

MENGGUGAT BAGI HASIL MIGAS


Oleh: Mudrajad Kuncoro
Gugatan uji materiil (judicial review) Majelis Rakyat Kalimantan Timur Bersatu (MRKTB) atas bagi hasil migas di Sidang Mahkamah Konstitusi RI perlu mendapat perhatian serius. Kalimantan Timur (Kaltim), dan daerah penghasil migas lainnya, hanya mendapatkan dana bagi hasil minyak sebesar 15,5% dan gas 30,5%, padahal Aceh dan Papua menikmati bagi hasil migas 70%. Sistem desentralisasi yang asimetrik dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) mulai dipertanyakan.

Daerah Kaya Tapi Miskin
Kaltim adalah contoh provinsi yang mengalami “growth without development”: pertumbuhan ekonomi daerah memang terjadi namun pembangunan tidak dinikmati oleh sebagian besar rakyat Kaltim. Ini setidaknya tercermin dari indeks eksploitasi ekonomi. Indeks ini menunjukkan ”eksploitasi ekonomi” oleh pemerintah pusat atau investor asing, yang diestimasi dengan membandingkan PDRB per kapita dengan pengeluaran konsumsi per kapita (Mubyarto, 2005: 174).
Kaltim termasuk 11 provinsi yang mengalami peningkatan indeks eksploitasi ekonomi selama tahun 1996-2008, bersama daerah kaya SDA lainnya seperti Riau, Sumatra Utara, dan Sumatra Selatan. Tingkat eksploitasi ekonomi Kaltim meningkat dari 89 pada tahun 1996 menjadi 90 pada tahun 2002, dan meningkat menjadi 93 tahun 2008. Artinya, tiap PDRB naik sebesar 100, proporsi yang dinikmati rakyat Kaltim hanya 11% tahun 1996, 10% tahun 2002, dan 7% tahun 2008. Dibanding provinsi lain di Indonesia, Kaltim memiliki indeks eksploitasi ekonomi paling tinggi selama 2004-2008. Indeks ini menunjukkan ”eksploitasi ekonomi” oleh pemerintah pusat, investor asing, dan income gap antara kaya dan miskin di Kaltim sangat tinggi, yang berdampak timbulnya rasa ketidakadilan dan kecemburuan sosial antarmasyarakat.
Produksi minyak yang disedot dari bumi Kaltim mencapai 21 juta barrel per tahun. Kaltim juga menghasilkan tidak kurang 120 juta ton batubara, 14 juta ton gas, dan 3 juta m3 kayu, serta kerusakan hutan yang mencapai 65% dibandingkan kondisi tahun 1972. Eksploitasi SDA telah mengakibatkan penyusutan dan gangguan lahan untuk pertanian (12,4 juta ha HPH, 4,2 juta ha tambang, 670 ribu ha migas). Menurut catatan Bernaulus Saragih (2011), Kepala Pusat Penelitian Sumberdaya Alam dari Univeritas Mulawarman, transfer benefit dari SDA alam Kaltim lebih banyak disedot keluar karena Kaltim hanya menerima rata-rata Rp 7 trilliun dari Rp 100-120 trilliun yang ditransfer ke pusat dari SDA kaltim. Pemerintah Pusat tidak memperhatikan komponen biaya eksternalitas akibat eksploitasi SDA yang mencapai Rp 9,23 trilliun per tahun yang semestinya menjadi faktor pembagi dalam perimbangan keuangan. Total nilai kerugian per tahun yang timbul karena disebabkan deplesi sumberdaya hutan, degradasi sumberdaya hutan, pengeruhan sumber air minum, kerusakan lahan/disfungsi, emisi carbon/pencemaran udara dari industri minyak dan gas, tambang batubara, dan kehutanan diestimasi mencapai Rp 9,23 trilyun. Total pembiayaan 15 tahun ke depan, jika tidak ada perbaikan dan jika kerusakan tidak meningkat, diperkirakan sebesar Rp 138,5 trilyun.

Dana Bagi Hasil Migas Tidak Adil
Protes atas ketidakadilan pusat dalam hal alokasi anggaran pembangunan Kaltim melalui upaya tuntutan uji materiil Undang Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, yang digagas MRKTB adalah sesuatu wajar, bahkan patut diacungi jempol. Masyarakat Kaltim jauh lebih dewasa menyikapi perbedaan dengan menempuh jalur-jalur konstitusional untuk menyampaikan aspirasi dan tuntutan. Judicial review dan upaya menuntut keadilan pusat dengan cara yang konstitusional yang elegan yang lebih baik dibanding melakukan tuntutan dengan cara-cara yang keras, anarkis, bahkan mengancam mau memisahkan diri dari NKRI.
MRKTB berpendapat bahwa frasa “84,5% untuk pemerintah dan 15,5% untuk daerah atas bagi hasil minyak”, dan frasa “69,5% untuk pemerintah dan 30,5% untuk daerah atas bagi hasil gas” dalam ketentuan Pasal 14 huruf e dan f Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, khususnya pasal 1 ayat (1), pasal 33 ayat (1), (3) dan (4), pasal 18A ayat (2), pasal 28D ayat (1), pasal 28I ayat (2).
Pembagian bagi hasil migas untuk Papua berdasarkan pada Pasal 34 Undang-Undang No.21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua mengatur pembagian hasil minyak bumi dan gas alam, di mana bagi hasil sumber daya alam (SDA) pertambangan minyak bumi sebesar 70% dan gas alam sebesar 70%. Dana Bagi hasil migas untuk Aceh, berdasarkan Undang-Undang No. 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, juga sama dengan Papua. Masalahnya, formula bagi hasil migas 70% untuk Aceh dan Papua dan 30% untuk pemerintah pusat tidak memiliki dasar empiris dan akademis yang kuat. Pertimbangan politis amat kental dalam penentuan bagi hasil migas untuk Aceh dan Papua, mengingat kondisi politik dan ancaman disintegrasi dari NKRI amat kuat saat itu.
Sejak dikeluarkannya Undang-Undang No.33 Tahun 2004, muncul berbagai protes ketidaksetujuan atas isi undang-undang tersebut. Protes terutama diajukan oleh daerah-daerah yang kaya SDA, seperti NAD, Riau, dan Kaltim. Pasalnya, karena tidak mendapat otonomi khusus seperti Aceh dan Papua, sekitar 17 daerah penghasil migas hanya menerima dana bagi hasil minyak sebesar 15,5% dan gas 30,5%. Ironisnya, daerah yang kaya SDA mengalami kekurangan pembiayaan daerah untuk mempercepat pembangunan infrastruktur dan menurunkan tingkat kemiskinan.
Tidak mengherankan, daerah yang kaya SDA tidak setuju dengan ketetapan dalam hal alokasi dana perimbangan (DAU, DAK, Dana Bagi Hasil) dan menghendaki adanya revisi terhadap undang-undang tersebut. Jika dilihat dari komposisi penerimaan dari ketiga daerah yang kaya sumber alam tersebut, dana bagi hasil merupakan komponen terbesar yang mengisi lebih dari 50 persen pundi-pundi daerah. Apalagi daerah Kaltim dan Riau yang sangat terkenal dengan hasil migas memiliki persentase dana bagi hasil mencapai sekitar 60% dari total penerimaan daerah. Ini jelas amat kontras dengan provinsi lain di Indonesia di mana porsi bagi hasil dibanding total penerimaan hanya 13,69%. Mayoritas provinsi di Indonesia masih mengandalkan Dana Alokasi Umum (DAU) sebagai sumber pembiayaan pembangunan daerah sebesar rata-rata 60,86%.
Dana Bagi Hasil yang bertujuan mengurangi kesenjangan fiskal pusat dan daerah tidak tercapai. Ternyata, daerah-daerah penghasil migas memiliki tingkat kemiskinan yang jauh lebih tinggi daripada daerah yang tidak punya sumberdaya alam. Rakyat di daerah kaya SDA hanya mendapatkan sampah, kerusakan lingkungan, dan sedih tak berkesudahan akibat eksploitasi ekonomi.
Dana Bagi Hasil minyak dan gas bagi Kaltim yang ada selama ini ternyata tidak cukup dapat membantu pemerintah daerah untuk membiayai program-program untuk pemenuhan hak-hak dasar masyarakat Kalimantan Timur, baik itu rendahnya tingkat kesejahteraan, sulitnya pendidikan dan lapangan pekerjaan, buruknya kesehatan, serta lingkungan hidup masyarakat. Sudah saatnya pemerintah pusat meninjau ulang pola bagi hasil migas yang dinilai tidak adil, bersifat diskriminatif antara daerah otonomi khusus dan penghasil migas di luar Aceh dan Papua.
Akhirnya, rakyat Indonesia mengingat ucapan seorang tokoh penting di negeri ini yang disampaikan di depan masyarakat muslim di Makasar, Sulawesi Selatan, pada saat Shalat Idul Adha tahun 2010 lalu. Beliau mengatakan: “Indonesia akan karam, bukan karena bencana. Indonesia akan karam, karena bencana yang lebih dahsyat. Bencana yang lebih dahsyat, bukan bencana alam. Tetapi bencana ketidakadilan. Bencana ketidakadilan itulah yang akan mengakibatkan Indonesia karam”. Semoga ketidakadilan ini dapat segera diakhiri dengan judicial review di Mahkamah Konstitusi maupun perubahan UU No. 33 tahun 2004 yang dipersiapkan Kementerian Keuangan.
@ Mudrajad Kuncoro, guru besar FEB UGM dan saksi ahli dalam sidang Mahkamah Konstitusi RI.